JAKARTA - Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman mengklaim ongkos pembuatan e-KTP atau KTP elektronik yang akan diterbitkan Kementerian Dalam Negeri tahun ini lebih murah, jika dibandingkan e-KTP di negara-negara lain. Menurutnya, total biaya proyek pembuatan e-KTP sebesar Rp. 6,3 triliun untuk penerbitan sekitar 160-170 juta lembar KTP.
Jika dibagi dengan jumlah penduduk Indonesia, maka rata-rata setiap e-KTP yang diterbitkan nanti hanya seharga Rp. 35.000. "Bayangkan kalau dibandingkan dengan Malaysia harganya sampai Rp. 85.000 per KTP dan Jerman Rp. 450.000 dalam waktu yang sama," katanya, Jumat (13/5/11).
Irman menjelaskan kapasitas cip yang ada di dalam e-KTP memang berbeda. E-KTP Malaysia dilengkapi cip berkapasitas 32 kilobita, sedangkan e-KTP Indonesia hanya berkapasitas 8 kilobita. Namun, e-KTP Indonesia sudah dilengkapi dengan teknologi interface yang bisa diterapkan untuk memperluas penggunaan e-KTP untuk aplikasi-aplikasi lain.
Lebih jauh Irman mengatakan secara teknologi kapasitas cip lebih besar memang tidak dibutuhkan. Harganya juga lebih mahal. Jika cip berkapasitas 32 kilobita yang digunakan, anggaran yang dibutuhkan bisa berlipat menjadi Rp 16 triliun. Negara lainnya yaitu Cina, justru menggunakan yang berkapasitas 4 kilobita. Ini karena KTP Cina tidak merekam sidik jari di dalamnya. Sementara, Jerman menggunakan cip berkapasitas 16 kilobita.
Selanjutnya Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan penggunaan cip 4 kilobita sempat dipertimbangkan dalam rencana awal pembuatan e-KTP. "Ketika didiskusikan lagi oleh tim teknis dari 15 kementerian dan lembaga akhirnya sepakat pakai 8 kilobita," katanya. Alasannya gambar sidik jari yang direkam akan lebih tajam sehingga lebih mudah dibaca.
Sebelumnya, kementerian melakukan studi pembuatan e-KTP di Cina, India, Malaysia, Jerman, dan beberapa negara lain. Gamawan mengatakan Jerman juga baru memulai pembuatan e-KTP. Negara itu juga melakukan studi ke Indonesia dan meminta Indonesia melakukan studi serupa ke Jerman.
Menurut pertimbangan tim teknis, e-KTP di Cina dinilai cukup bagus karena menggunakan cip di lembar KTP, tetapi tanpa rekaman sidik jari. India merekam sidik jari, tapi rekaman ini tidak disimpan di dalam lembar KTP karena tidak ada cip. "Kita ini jauh lebih bagus karena menggabungkan keduanya," kata Irman. Sementara, Malaysia juga menggabungkan cip dan rekaman sidik jari, tetapi belum dilengkapi teknologi interface.
Hanya saja Jerman melaksanakan program penerbitan e-KTP untuk 70 juta penduduk selama enam tahun. Kementerian Dalam Negeri menargetkan 170 juta lembar e-KTP diterbitkan hanya dalam waktu dua tahun. Menteri mengatakan minimal jam kerja untuk melayani perekaman sidik di setiap kecamatan adalah 10 jam per hari, tujuh hari seminggu, sejak proyek perekaman dimulai.
Kementerian Dalam Negeri sudah memiliki rekaman data penduduk hasil pemutakhiran tahun lalu sehingga penduduk akan diminta untuk memverifikasi data, sebelum sidik jarinya direkam. Perekaman rata-rata mengambil waktu dua menit, tetapi dalam rencana dirancang selama empat menit.
Artinya jika dalam satu kecamatan dibekali dengan dua alat perekam sidik jari, dalam satu jam mampu merekam 30 sidik jari dan 300 per hari jika waktu kerja minimal 10 jam. Waktu perekaman direncanakan 100 hari di 2011 sehingga diperkirakan 30.000 jiwa akan terekam sidik jarinya di setiap kecamatan. Ini sesuai dengan jumlah penduduk rata-rata kecamatan, yaitu 30.000 jiwa.
Menteri mengatakan sistem perekaman sidik jari dan pencatatan data di kecamatan nanti akan terhubung secara online dengan database kependudukan milik Kementerian Dalam Negeri yang berada di Kalibata, Jakarta sehingga data penduduk dari pencatatan itu akan selalu diperbarui secara realtime.